Agustus Menanti Hujan

Pagi ini, bersyukur sekali rasanya bisa melihat langit. Memandang langit diantara tiang listrik. Langit yang begitu cerah dan biru. Lampu jalan otomatis yang masih menyala dan akan mati ketika matahari datang. Suasana pagi semakin sahdu. Kicau burung yang sedang keluar dari sangkarnya. Menunjukan bahwa kehidupan akan segerah dimulai. 

      Akhir-akhir ini langit sering diperbincangkan. Setelah sekian lama hanya senja yang selalu dirindukan. Langit yang tampaknya biru berubah menjadi kelabu. Sebagian daerah indonesia sedang mengalami hal seperti ini. Ntah hanya kabar saja atau isu polusi yang tak kunjung ada solusi. Berjalan secara terus menerus karena belum terjadi secara serius. Kesadaran akan muncul ketika semua saling merasakan akibat semua itu.

      Terlalu dalam bagiku untuk berpikir seperti ini kepada langit pagi. Langit akan selalu di atas. Sedangkan manusia tempatnya di bawah. Walaupun bisa ke atas itupun hanya sementara. Tetapi ketika di bawah, manusia bisa menjaga kehidupan. Kita akan mendatakan sebuah hadiah yang tak terduga dari langit. Seperti langit mengirimkan hujan untuk tanah gersang. Memberi butiran pelangi di kalah kesedihan datang.

     Kepada langit, semoga hujan datang. Kemarau Agustus sudah terlalu panjang. Selalu ada separuh kebahagian dikala hujan datang. Separuh yang tidak bahagia adalah orang yang tak bersyukur. Bukankah hujan adalah sekumpulan doa-doa yang mudah terkabul. Mari langitkan segala doa dikala hujan datang.


Postingan ini memiliki 0 komentar
Tinggalkan Komentar