Melihat Desa dari Dekat

Hidup di desa untuk saat ini masih belum menjanjikan, masih dipandang sebelah mata oleh beberapa orang. Di sisi lain kehidupan desa begitu sepi. Hal ini bisa dirasakan ketika perayaan hari raya telah berakhir. Apalagi pekerjaan di desa banyak dibidang pertanian. Petani lebih dominasi oleh kaum tua. Usia para petani semakin menua tetapi belum ada benih baru sebagai gantinya.Orang tua mulai merasakan ketika meminta batuan orang lain untuk membantu pekerjaan di sawah begitu sulit. Harga mengelola sawah tak sebanding dengan hasil panen yang didapat. Pemuda di desa tak jarang pergi ke kota untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Pembelajaran pertanian sejak keci jarang sekali diajarkan di bangku sekolahan. Padahal pertanian lebih dekat dengan kehidupan anak di desa. Orang tua yang tidak ingin melihat anaknya merasakan hal yang sama. Lebih baik menyekolahkan anaknya agar kelak bisa hidup lebih baik. Tak jarang ketika orang tua sudah tak mampu lagi bertani. Walaupun masih punya anak sebagi penerusnya, area sawah yang luas diserahkan ke orang lain untuk ditanam. Bahkan petani asli punya sawah sendiri hanya segelintir orang. Petani mulai menggarap sawah orang lain. Hasil pertanian dibagi dua antara petani dengan pemilik tanah.

Kepulangan pemuda dari kota sudah ditunggu-tunggu sekian lama. Sekiranya ilmu, tenaga,dan pengalaman pemuda perantau mampu diterapkan di desa. Pemuda desa seharusnya sadar, pentingnya belajar dan membantu orang tua di sawah. Untuk membuktikan bahwa hidup di desa tak lagi dipandang sebelah mata. Bahkan menjadi sebuah pemikirin baru bahwa untuk mengejar masa depan tak harus ke ibu kota. Tetapi bisa pergi dari desa ke desa lainnya. Minimba ilmu dari desa lain, sekiranya bisa diterapkan di desanya sendiri. Hal ini dapat dijadikan generasi selanjutnya untuk mengelola pertanian ataupun menghidupkan desa kembali, agar desa tak lagi sepi ataupun mati suri.


Postingan ini memiliki 0 komentar
Tinggalkan Komentar